Masa lalu memang selalu bisa memberikan kesan tersendiri bagi
siapapun yang memilikinya. Walaupun tak selalu indah, namun bayangannya
akan tetap mengikuti, mengikuti hari-harimu selama kau masih terus
mengingatnya. Tergantung padamu.
Angin sepoi-sepoi
menyusup diantara helai rambutnya, sesekali gadis itu memijat tengkuknya
yang terasa berdesir, lalu kembali menyanggah tubuhnya dengan sebuah
pohon kokoh di taman kecil itu, memang bukan yang paling besar, tapi
cukup untuk sekedar bersantai atau mungkin melepas kepenatan yang selalu
mengikuti hari-harinya.
Riuh serta sorak-sorai yang
terdengar sejauh pandangannya sama sekali tidak dihiraukan, ia bahkan
menganggap itu semua adalah sesuatu yang membosankan dan membuang waktu.
Padahal yang lain sedang asik menikmati suasana panas di tengah
lapangan, bersorak, berteriak, bahkan sampai ada yang lompat-lompat demi
menyerukan bahwa kelasnya lah yang pantas jadi pemenang.
“Norak,”
desisnya tertahan, lantas kembali larut dalam pikirannya, bahkan
sekarang tubuhnya sudah hampir terlentang, wajahnya yang tirus
menengadah ke atas, agak ngeri juga kalau tiba-tiba ada sesuatu yang
berbulu, lembek dan menggelikan terjatuh tepat di mukanya. Hiyy.
“Hoy!
Ngapain bengong? Hm?” seru seorang gadis lainnya dari sisi sebelah
kanannya, sambil menyodorkan sebuah plastik berminya dengan bumbu kacang
yang meleleh di bungkus luarnya.
“Gak, thanks.”
Gadis itu mengulum bibirnya bersemangat, “Bagus, kebetulan gue laper.”
Hah,
kalimat terakhir sahabatnya itu sama sekali tak dihiraukan, gadis
berwajah tirus tadi justru menghela napas panjang, lalu mengedarkan
pandangan ke sekitar. Oh, perhatiannya tertahan, pada satu sudut
lapangan, dan sekarang mengarah ke tepi. Gadis itu menyipitkan matanya,
lalu kembali membuang napasnya yang beberapa detik yang lalu tertahan,
karena pemandangan yang baru saja tersuguh dengan sangat 'romantis' di
matanya.
“hhmmnym.. Masih berharap yang itu? Ya?” ucap
–temannya- gadis itu sambil mengarahkan dagunya yang terlihat berkerut
kea rah yang sama. Makanan berminyak yang memenuhi mulutnya bahkan
membuatnya sulit berbicara.
“Masih dia aja yang lo galauin, gak ada yang lain apa..” cetusnya to the point, dia memang tak terlalu suka berbasa-basi.
“Bukan masalah ‘siapa’ yang harus digalauin, tapi…”
“Masalah hati lo yang belum bisa nerima orang lain buat lo galauin?”
Si
gadis berwajah tirus mendelik, matanya yang agak sipit jadi sedikit
melebar, kesal dibilang seperti itu, “Kesannya gue ratu galau gimana
gitu, ya..”
“Hahaha. Lagi elo! Kerjaan gala uterus, gak di
kelas, gak di luar kelas, galau. Ditengah suasana kayak gini pun lo
sempet-sempetin buat galau, kayaknya galau tuh udah masuk di daftar
kebutuhan lo gitu ya,..”
“Gue nggak galau! Dan ini bukan masalah kebutuhan atau apa..”
“Tapi
masalah lo yang gak bisa lepas dari magnet dia, keseharian dia, sama
atmosfer dia setiap lo berjarak minimum 20 meter dari dia? Yaampun! Itu
udah basi banget..”
Gadis itu mendengus, menahan kekesalannya yang sepertinya sudah sampai di pangkal lidahnya,
“Lo emang tau banget gue deh, Tara sayong..”
“Hahaha, yaiyalah. Satu tahun lo kayak gini, gimana gue nggak hapal?”
Yang dituju malah nyengir, terlalu maksa.
“Satu
tahun lalu juga, lo masih seneng –seneng aja tuh, lo ceria banget,
malah waktu itu lo sampe nawarin diri buat jadi supporter paling heboh,
yang suka ampe jogged-joged dipinggir lapangan itu loh..”
“Terus lo juga seneng banget waktu si itu tanding, teriak-teriak gitu di pinggir lapangan, hh.”
“Iya kan, Sa?”
Risa
mendengus, bibirnya yang mungil terlihat mengerucut. Tak suka masa
lalunya diungkit orang lain, apalagi sampai bawa-bawa si ‘itu’, padahal
ia sendiri yang justru tak pernah lepas mengungkitnya, walaupun memang,
gak ditunjukan.
“Bawel ah, gue pusing. Pengen balik..”
Tara menoleh, lalu tertawa kecil.
“Hahaha,
pintu gerbang di kunci, lobby juga, pintu samping apalagi. Di lobby
banyak guru, di gerbang ada satpam. Jadi sekarang gue mau Tanya, lo mau
keluar lewat mana?”
“Belakang lah, elah.. kayak baru sekolah disini kemarin sore aja…”
“Pintu belakang kan ada CCTV.”
Nyeh. Langkah Risa terhenti, lantas menoleh ke Tara. Mulutnya terbuka, melongo.
“Kayak baru sekolah disini kemarin sore aja lo! Hahaha.”