Selasa, 20 Desember 2011

No Titttle :)

Masa lalu memang selalu bisa memberikan kesan tersendiri bagi siapapun yang memilikinya. Walaupun tak selalu indah, namun bayangannya akan tetap mengikuti, mengikuti hari-harimu selama kau masih terus mengingatnya. Tergantung padamu.

Angin sepoi-sepoi menyusup diantara helai rambutnya, sesekali gadis itu memijat tengkuknya yang terasa berdesir, lalu kembali menyanggah tubuhnya dengan sebuah pohon kokoh di taman kecil itu, memang bukan yang paling besar, tapi cukup untuk sekedar bersantai atau mungkin melepas kepenatan yang selalu mengikuti hari-harinya.

Riuh serta sorak-sorai yang terdengar sejauh pandangannya sama sekali tidak dihiraukan, ia bahkan menganggap itu semua adalah sesuatu yang membosankan dan membuang waktu. Padahal yang lain sedang asik menikmati suasana panas di tengah lapangan, bersorak, berteriak, bahkan sampai ada yang lompat-lompat demi menyerukan bahwa kelasnya lah yang pantas jadi pemenang.

“Norak,” desisnya tertahan, lantas kembali larut dalam pikirannya, bahkan sekarang tubuhnya sudah hampir terlentang, wajahnya yang tirus menengadah ke atas, agak ngeri juga kalau tiba-tiba ada sesuatu yang berbulu, lembek dan menggelikan terjatuh tepat di mukanya. Hiyy.

“Hoy! Ngapain bengong? Hm?” seru seorang gadis lainnya dari sisi sebelah kanannya, sambil menyodorkan sebuah plastik berminya dengan bumbu kacang yang meleleh di bungkus luarnya.

“Gak, thanks.”

Gadis itu mengulum bibirnya bersemangat, “Bagus, kebetulan gue laper.”

Hah, kalimat terakhir sahabatnya itu sama sekali tak dihiraukan, gadis berwajah tirus tadi justru menghela napas panjang, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar. Oh, perhatiannya tertahan, pada satu sudut lapangan, dan sekarang mengarah ke tepi. Gadis itu menyipitkan matanya, lalu kembali membuang napasnya yang beberapa detik yang lalu tertahan, karena pemandangan yang baru saja tersuguh dengan sangat 'romantis' di matanya.

“hhmmnym.. Masih berharap yang itu? Ya?” ucap –temannya- gadis itu sambil mengarahkan dagunya yang terlihat berkerut kea rah yang sama. Makanan berminyak yang memenuhi mulutnya bahkan membuatnya sulit berbicara.

“Masih dia aja yang lo galauin, gak ada yang lain apa..” cetusnya to the point, dia memang tak terlalu suka berbasa-basi.

“Bukan masalah ‘siapa’ yang harus digalauin, tapi…”

“Masalah hati lo yang belum bisa nerima orang lain buat lo galauin?”

Si gadis berwajah tirus mendelik, matanya yang agak sipit jadi sedikit melebar, kesal dibilang seperti itu, “Kesannya gue ratu galau gimana gitu, ya..”

“Hahaha. Lagi elo! Kerjaan gala uterus, gak di kelas, gak di luar kelas, galau. Ditengah suasana kayak gini pun lo sempet-sempetin buat galau, kayaknya galau tuh udah masuk di daftar kebutuhan lo gitu ya,..”

“Gue nggak galau! Dan ini bukan masalah kebutuhan atau apa..”

“Tapi masalah lo yang gak bisa lepas dari magnet dia, keseharian dia, sama atmosfer dia setiap lo berjarak minimum 20 meter dari dia? Yaampun! Itu udah basi banget..”

Gadis itu mendengus, menahan kekesalannya yang sepertinya sudah sampai di pangkal lidahnya,
“Lo emang tau banget gue deh, Tara sayong..”

“Hahaha, yaiyalah. Satu tahun lo kayak gini, gimana gue nggak hapal?”

Yang dituju malah nyengir, terlalu maksa.

“Satu tahun lalu juga, lo masih seneng –seneng aja tuh, lo ceria banget, malah waktu itu lo sampe nawarin diri buat jadi supporter paling heboh,  yang suka ampe jogged-joged dipinggir lapangan itu loh..”

“Terus lo juga seneng banget waktu si itu tanding, teriak-teriak gitu di pinggir lapangan, hh.”

“Iya kan, Sa?”

Risa mendengus, bibirnya yang mungil terlihat mengerucut. Tak suka masa lalunya diungkit orang lain, apalagi sampai bawa-bawa si ‘itu’, padahal ia sendiri yang justru tak pernah lepas mengungkitnya, walaupun memang, gak ditunjukan.

“Bawel ah, gue pusing. Pengen balik..”

Tara menoleh, lalu tertawa kecil.
“Hahaha, pintu gerbang di kunci, lobby juga, pintu samping apalagi. Di lobby banyak guru, di gerbang ada satpam. Jadi sekarang gue mau Tanya, lo mau keluar lewat mana?”

“Belakang lah, elah.. kayak baru sekolah disini kemarin sore aja…”

“Pintu belakang kan ada CCTV.”

Nyeh. Langkah Risa terhenti, lantas menoleh ke Tara. Mulutnya terbuka, melongo.

“Kayak baru sekolah disini kemarin sore aja lo! Hahaha.”